Bismillah.
Sudah belasan abad berlalu
Tapi terus saja bertambah pengikutmu
Maka, tak cukup hanya mendengar namamu
Batinku tergerak tuk mencari tau
Dan benar saja, semakin tau
Semakin larutlah aku, dalam indahnya akhlaqmu~
Kala itu...
"ummati.. ummati.. ummati.." lalu berpisahlah jasad dan roh seorang Rasul yang amat mencintai umatnya. Sempurna sudah tugasmu menyampaikan berita gembira dan peringatan untuk umat akhir zaman ini. Smua berduka, para sahabatmu merasakan pilu yang begitu dalam, duka yang tak terperi karna perantara cahaya langit telah kembali padaNya. Hingga seorang umar yang tegar lagi kuat pun ambruk, singa Allah ini tidak percaya bahwa engkau telah tiada. Pedangpun diayunkannya sembari berkata dengan berat "siapa yang bicara bahwa Muhammad telah tiada, maka kupotong lidahnya". Abu bakar yang tenang lagi sabar sadar betul bahwa engkau adalah manusia, dariNya dan akan kembali padaNya, hanya Dia yang Satu menjadi tujuan utama. Lantas abu bakar mengingatkan Umar “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran : 144). Lalu umar tersadar dan redho mengikhlaskan kepergianmu.
Aku terpana. Bagaimanakah sosokmu? Apa saja yang sudah engkau lakukan semasa hidup? Bagaimanakah akhlaqmu? sehingga sebegitunya sahabatmu merasa kehilangan.
Kala itu...
Umat muslim dalam masa jayanya dan akan menyerang pihak quraisy. Sebelumnya engkau bermimpi dan sepertinya engkau cenderung mengurungkan penyerangan itu. Namun, betapa dirimu jauh dari otoriter maka engkau memanggil para sahabatmu dan mendiskusikannya. Sebagian tetap bersemangat untuk meneruskan pertempuran. Engkau bersetuju dan berpesan untuk tetap berada di bukit apapun yang terjadi sampai ada arahan darimu. Awal peperangan dimulai, umat Muslim merasa menang dan orang2 yang di bukit merasa menang lalu berduyun ke bawah untuk mengambil ghonimah. Keadaan tiba2 berubah, musuh berbalik dan menyerang Muslim dengan strateginya. Kemenangan yang di depan mata menjadi kekalahan telak, banyak sahabatmu yang syahid bahkan pamanmu Hamzah gugur, engkau juga dikira sudah wafa. Inilah peristiwa perang uhud.
Aku terpesona. Mereka para pasukanmu merupakan assabiqunal awwalin, mereka mendapat tarbiyah langsung darimu pasti kualitas iman mereka begitu tinggi namun ujian tetap saja menggoda. Allahurobbi, bagaimana kami yang hidup di jaman penuh fitnah ini?. Lalu tersentuh aku, keagungan akhlaqmu semakin memancar. Engkau tidak menyalahkan mereka yang mendukung untuk perang dilanjutkan dan engkau juga tidak lantas marah kepada mereka yang "tidak menuruti" arahanmu.
Kala itu...
Tak hentinya seorang ibu yahudi nan renta mengeluarkan sumpah serapah, mengingatkan pada orang-orang yang lewat di depannya untuk menjauhimu. Walaupun matanya tak dapat melihat dunia tapi dia ingin sebanyak2nya orang percaya bahawa engkau gila "muhammad gila, sihir" katanya. Wahai insan yang selalu berlapang dada, setiap hari si ibu berceloteh menyakitkan namun tak pernah sehari pun engkau absen menyuapinya dengan penuh kesabaran, dengan ikhlas dan kasih sayang yang tak berbatas. Hingga datang hari itu dimana umat berduka, engkau tiada. Sahabatmu yang selalu membenarkan perkataanmu, dialah sang AsSiddiq melanjutkan kebiasaan menyuapi si ibu. Namun, walaupun buta si ibu dapat merasakan perbedaan itu lalu tertanya2 siapakah gerangan yang kini menyuapnya? kemana orang yang sebelum ini? dan taulah dia bahwa engkau telah tiada, yang lebih menohok batinnya adalah ketika dia pun akhirnya tau bahwa engkaulah yang rutin menyuapnya, engkau adalah orang yang selalu dicacinya. Seketika itu juga terbuka hati sang ibu untuk menerima hidayah, karna akhlaqmu duhai manusia paling mulia.
Aku kagum. Benar-benar agungnya dirimu, sehingga celaan tak mengubah kebaikan yang engkau berikan. Sungguh luas hatimu, begitu penyantun lagi pemaaf. Robbi...
Kala itu...
Engkau baru saja menyampaikan kebenaran pada pembesar thaif, mengajak mereka untuk menyembah yang Satu, Sang Pencipta. Mengajak mereka untuk menapaki jalan cahaya. Tak berapa lama engkau keluar ternyata segerombolan penduduk menantimu, untuk memukuli dan menyiksamu, menolak ajaran mulia yang engkau bawa. Tergopoh engkau berlari, sambil darah mencucuri lalu engkau berteduh di bawah pohon. Sakitkah hatimu? geramkah engkau? engkau menawarkan surga justru lemparan batu dan siksa yang engkau terima. Aah, lagi-lagi engkau menunjukkan ketinggian akhlaqmu. Malaikat datang menawarkan azab kepada penduduk thaif, namun engkau menolak "mereka adalah orang yang tidak tahu, aku berharap semoga keturunan mereka nanti taat pada Allah". Yaa habibullah, halusnya budimu, sungguh maaf dan sabarmu tidak berbatas. Sayangmu pada umat tidak bertepi. Keburukan justru engkau balas dengan kebaikan yang begitu indah.
Kali ini aku terhenyak, hatiku tersita olehmu. Sungguh, semakin aku mengenalmu semakin kekagumanku bertambah, selalu dan selalu. Inikah cinta itu? Aah terlalu dini kah aku mengatakan aku cinta padamu wahai Rasul? bercermin dari beberapa kisah yang kuhurai di atas saja aku tertunduk malu. Malu karena belum dapat meniru akhlaqmu, malu karena kerap disibukkan dengan egoisme diri, aku malu!. Banyak kisah lainnya yang membuatku semakin mengenal sosokmu, dan saat itu semakin tertohok pula hatiku dalam kagum dan malu padamu.
*penghujung jumat malam.
mengikuti sunahmu dalam hal ibadah lahir mungkin mudah,
namun tak semudah itu untukku mencontoh akhlaqmu
tapi aku coba yaa Rasul, aku kan berusaha.
Sudah belasan abad berlalu
Tapi terus saja bertambah pengikutmu
Maka, tak cukup hanya mendengar namamu
Batinku tergerak tuk mencari tau
Dan benar saja, semakin tau
Semakin larutlah aku, dalam indahnya akhlaqmu~
Kala itu...
"ummati.. ummati.. ummati.." lalu berpisahlah jasad dan roh seorang Rasul yang amat mencintai umatnya. Sempurna sudah tugasmu menyampaikan berita gembira dan peringatan untuk umat akhir zaman ini. Smua berduka, para sahabatmu merasakan pilu yang begitu dalam, duka yang tak terperi karna perantara cahaya langit telah kembali padaNya. Hingga seorang umar yang tegar lagi kuat pun ambruk, singa Allah ini tidak percaya bahwa engkau telah tiada. Pedangpun diayunkannya sembari berkata dengan berat "siapa yang bicara bahwa Muhammad telah tiada, maka kupotong lidahnya". Abu bakar yang tenang lagi sabar sadar betul bahwa engkau adalah manusia, dariNya dan akan kembali padaNya, hanya Dia yang Satu menjadi tujuan utama. Lantas abu bakar mengingatkan Umar “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran : 144). Lalu umar tersadar dan redho mengikhlaskan kepergianmu.
Aku terpana. Bagaimanakah sosokmu? Apa saja yang sudah engkau lakukan semasa hidup? Bagaimanakah akhlaqmu? sehingga sebegitunya sahabatmu merasa kehilangan.
Kala itu...
Umat muslim dalam masa jayanya dan akan menyerang pihak quraisy. Sebelumnya engkau bermimpi dan sepertinya engkau cenderung mengurungkan penyerangan itu. Namun, betapa dirimu jauh dari otoriter maka engkau memanggil para sahabatmu dan mendiskusikannya. Sebagian tetap bersemangat untuk meneruskan pertempuran. Engkau bersetuju dan berpesan untuk tetap berada di bukit apapun yang terjadi sampai ada arahan darimu. Awal peperangan dimulai, umat Muslim merasa menang dan orang2 yang di bukit merasa menang lalu berduyun ke bawah untuk mengambil ghonimah. Keadaan tiba2 berubah, musuh berbalik dan menyerang Muslim dengan strateginya. Kemenangan yang di depan mata menjadi kekalahan telak, banyak sahabatmu yang syahid bahkan pamanmu Hamzah gugur, engkau juga dikira sudah wafa. Inilah peristiwa perang uhud.
Aku terpesona. Mereka para pasukanmu merupakan assabiqunal awwalin, mereka mendapat tarbiyah langsung darimu pasti kualitas iman mereka begitu tinggi namun ujian tetap saja menggoda. Allahurobbi, bagaimana kami yang hidup di jaman penuh fitnah ini?. Lalu tersentuh aku, keagungan akhlaqmu semakin memancar. Engkau tidak menyalahkan mereka yang mendukung untuk perang dilanjutkan dan engkau juga tidak lantas marah kepada mereka yang "tidak menuruti" arahanmu.
Kala itu...
Tak hentinya seorang ibu yahudi nan renta mengeluarkan sumpah serapah, mengingatkan pada orang-orang yang lewat di depannya untuk menjauhimu. Walaupun matanya tak dapat melihat dunia tapi dia ingin sebanyak2nya orang percaya bahawa engkau gila "muhammad gila, sihir" katanya. Wahai insan yang selalu berlapang dada, setiap hari si ibu berceloteh menyakitkan namun tak pernah sehari pun engkau absen menyuapinya dengan penuh kesabaran, dengan ikhlas dan kasih sayang yang tak berbatas. Hingga datang hari itu dimana umat berduka, engkau tiada. Sahabatmu yang selalu membenarkan perkataanmu, dialah sang AsSiddiq melanjutkan kebiasaan menyuapi si ibu. Namun, walaupun buta si ibu dapat merasakan perbedaan itu lalu tertanya2 siapakah gerangan yang kini menyuapnya? kemana orang yang sebelum ini? dan taulah dia bahwa engkau telah tiada, yang lebih menohok batinnya adalah ketika dia pun akhirnya tau bahwa engkaulah yang rutin menyuapnya, engkau adalah orang yang selalu dicacinya. Seketika itu juga terbuka hati sang ibu untuk menerima hidayah, karna akhlaqmu duhai manusia paling mulia.
Aku kagum. Benar-benar agungnya dirimu, sehingga celaan tak mengubah kebaikan yang engkau berikan. Sungguh luas hatimu, begitu penyantun lagi pemaaf. Robbi...
Kala itu...
Engkau baru saja menyampaikan kebenaran pada pembesar thaif, mengajak mereka untuk menyembah yang Satu, Sang Pencipta. Mengajak mereka untuk menapaki jalan cahaya. Tak berapa lama engkau keluar ternyata segerombolan penduduk menantimu, untuk memukuli dan menyiksamu, menolak ajaran mulia yang engkau bawa. Tergopoh engkau berlari, sambil darah mencucuri lalu engkau berteduh di bawah pohon. Sakitkah hatimu? geramkah engkau? engkau menawarkan surga justru lemparan batu dan siksa yang engkau terima. Aah, lagi-lagi engkau menunjukkan ketinggian akhlaqmu. Malaikat datang menawarkan azab kepada penduduk thaif, namun engkau menolak "mereka adalah orang yang tidak tahu, aku berharap semoga keturunan mereka nanti taat pada Allah". Yaa habibullah, halusnya budimu, sungguh maaf dan sabarmu tidak berbatas. Sayangmu pada umat tidak bertepi. Keburukan justru engkau balas dengan kebaikan yang begitu indah.
Kali ini aku terhenyak, hatiku tersita olehmu. Sungguh, semakin aku mengenalmu semakin kekagumanku bertambah, selalu dan selalu. Inikah cinta itu? Aah terlalu dini kah aku mengatakan aku cinta padamu wahai Rasul? bercermin dari beberapa kisah yang kuhurai di atas saja aku tertunduk malu. Malu karena belum dapat meniru akhlaqmu, malu karena kerap disibukkan dengan egoisme diri, aku malu!. Banyak kisah lainnya yang membuatku semakin mengenal sosokmu, dan saat itu semakin tertohok pula hatiku dalam kagum dan malu padamu.
*penghujung jumat malam.
mengikuti sunahmu dalam hal ibadah lahir mungkin mudah,
namun tak semudah itu untukku mencontoh akhlaqmu
tapi aku coba yaa Rasul, aku kan berusaha.
Comments
Post a Comment