Skip to main content

RencanaNya begitu Indah

Bismillah. 

Suatu malam pertengahan tahun 2007. Aku duduk terdiam di depan komputer salah satu warnet dekat rumahku. Aku tidak percaya dengan hasil yang kulihat, tertera keterangan bahwa aku tidak lulus SPMB. Kuimbas kembali kenangan perjuanganku belajar di bimbel juga di kelas untuk menembus Psikologi UNPAD, namun harapan itu melayang bersama angin malam nan dingin lalu hilang terbang ke awan yang kelam, sekelam hatiku. Aku tidak lulus SPMB, betapa sedih dan malunya aku. 

Guru agamaku bilang Allah pasti memberi yang terbaik untuk hambaNya, mana itu? Protesku dalam hati, kalau memang yang terbaik ya harusnya aku lulus SPMB karena itu keinginanku dan aku mau membahagiakan orang tuaku!. Kalau memang Allah memberi yang terbaik kenapa Dia tidak mengabulkan keinginanku padahal aku belajar siang dan malam sebagai persiapan sebelum SPMB. Aku angkuh karena merasa sudah berusaha maksimal. Kegalauan melanda, aku harus meneruskan kuliah kemana?

***
Vivi, temanku di SMA Negeri 1, dan Indah, temanku di SMP Negeri 1 Palembang meneruskan kuliah di Malaysia, tepatnya Universiti Utara Malaysia (UUM). Terbersit dalam hatiku untuk meneruskan kuliah di sana. Aku teringat kembali di awal tahun 2007 Sriwijaya Foundation pernah mempersentasikan mengenai kuliah di Malaysia. Akhirnya aku memutuskan untuk menggali lebih dalam informasi mengenai kuliah di UUM. 

Setelah sharing dan ngobrol dengan beberapa temanku yang sudah melanjutkan studi di Malaysia maka aku merasa lebih tertarik dan aku mendapatkan nomor kontak salah satu petinggi di Sriwijaya Foundation yang akrab disapa Om Surya. 

Aku mendiskusikan keinginanku dengan orang tua dan mereka sangat mendukung agar aku mencoba mendaftar. Setelah mendapat redho dari orang tua maka aku menghubungi Om Surya, beliau menanyakan kesungguhanku untuk meneruskan kuliah di Malaysia, apakah aku siap jauh dari orang tua, mandiri dan membawa nama baik Negara. Bismillah, aku jawab iya dengan percaya diri. Melihat kesungguhanku, Om Surya akhirnya memberikan penjelasan dan pengarahan mengenai apa saja yang harus aku persiapkan untuk mendaftar. Mulai dari fotokopi data-data penting, membuat paspor sampai persiapan bahasa Inggris. Saat itu aku mendaftar pada sesi ke 2 dan universitas yang membuka pendaftaran hanya UUM, aku merasa hal ini tidak menjadi masalah karena aku sudah mendapat gambaran tentang UUM dari temanku, Vivi dan Indah. 

Pada pertengahan November 2007 Om Surya memberi kabar bahwa aku diterima sebagai salah seorang mahasiswa di UUM. Alhamdulillah, aku sangat bersyukur dan gembira karena sebelumnya aku tidak pernah berfikir untuk meneruskan kuliah di Malaysia. 

Om Surya mengadakan pertemuan untuk memberikan pengarahan kepadaku dan beberapa rekan yang baru diterima di UUM. Beliau bukan hanya memberi pengarahan tapi juga memotivasi kami untuk menjadi mahasiswa yang berprestasi sebagai salah satu bentuk kontribusi untuk Negara, ya untuk Ibu Pertiwi karena di sana kami adalah duta bangsa yang bukan hanya memiliki tanggung jawab belajar tetapi juga menyandang tugas untuk mengharumkan nama bangsa. Jangan mudah mengeluh, apalagi di negeri orang karena kami harus berjuang. 

Pada hari Selasa 11 Desember 2007 di Kantor Gubernur Sumsel, Pihak Diknas dan Sriwijaya Foundation resmi melepas aku dan 10 rekanku untuk meneruskan kuliah di Malaysia.
Akhir Desember 2007 aku dan beberapa rekanku, Lolly, Sesi, Wulan, Atin dan Aru terbang bersama ke Malaysia. Aku diantar keluarga dan beberapa teman, sayu hati ini, Bandara Sultan Mahmud Badarudin II menjadi saksi. Banjir air mata, karena ini merupakan kali pertama aku berpisah dengan keluarga untuk waktu yang lama. Sebelum masuk ke dalam, mama & papa memelukku berdoa, dan memberi nasihat mereka yang memompa semangatku.  

Bismillah, Malaysia I’m coming. Di negeri jiran ini, Kami menikmati suasana berbeda karena saat itu adalah pergantian tahun 2007 ke 2008. Kemeriahan Kuala Lumpur, ibu kota Malaysia menyambut kami. Dalam hatiku berdecak  kagum melihat kelengkapan dan kemudahan transportasi di Kuala Lumpur, biasa disingkat KL. 

Setelah berkeliling beberapa daerah di KL lalu kami menuju KLIA dan akan berjumpa Om Surya di sini. Kami juga bertemu dengan beberapa rekan dari Jakarta yaitu Danan, Indar dan Daisy, lalu Om Surya membimbing kami untuk mengisi formulir dan menyiapkan data untuk registrasi ulang. Keesokan harinya kami berangkat ke Alor Setar, Kedah. 

Begitu sampai di Alor Setar, kami dijemput oleh bus UUM plus mahasiswa Indonesia yang menjadi panitia penerimaan mahasiswa baru, masih kuingat namanya, Juwita, seniorku yang ramah dan berasal dari Palembang. Selama perjalanan aku celingak celinguk kiri kanan menikmati panorama sepanjang kota utara Malaysia tersebut. Sampai di jalan tol dan melewati hutan-hutan yang masih asri, “Lho mana kampusnya? Kok gak nyampe2?” batinku. Tidak lama kemudian bus memasuki gerbang yang elegan dan tertera Welcome to UUM “Wwow, cool..Campus in d’ jungle I will love it”. Bismillah, hari ini tahun baru, hari baru, semangat baru dan perjuangan yang baru akan dimulai,  begitu excited-nya diriku.

Saat registrasi ulang aku berkenalan dengan rekan-rekan dari Negara lain dan semakin menambah semangatku belajar di sini. Setelah itu ada orientasi khusus mahasiswa Indonesia. Aku fikir orientasi yang akan kujalani adalah ala kampus di Indonesia yang suka jahil/ ngerjain junior, namun ternyata berbeda. Seniorku sangat membimbing kami, bahkan ada yang berpesan “Salah satu tugas mahasiswa adalah agent of change nah kita sudah di Negara orang lho, kalo kamu malu-maluin Indo mending balik aja,” sergahnya sedikit berdialek Betawi.


Kami juga diajak keliling kampus. Hmm, aku kerap berdecak kagum dengan kampus ini, fasilitasnya lengkap dan cukup mencengangkan. Perpustakaan sampai 5 lantai, ada mall, track untuk go kart bahkan lapangan golf juga ada, selain itu mayoritas menggunakan sistem online tapi tetap dengan back to nature-nya karena dikelilingi nuansa hijau yang asri. Cool kan. Ahh kampusku memang keren^^

Timbul keinginan meraih impian di sini agar dapat menjadi yang terbaik. Perasaanku campur aduk rasa gembira karena berkenalan dengan orang baru, rasa kangen dan sedih berpisah dengan keluarga, ada juga rasa agak ‘serem’ terhadap penduduk lokal yang dipengaruhi media massa, dan nano-nano perasaaan lainnya, ketika awal datang ke sini.

***

Aku sangat bersyukur atas nikmatNya karena memberiku kesempatan berada di lingkungan kampus yang kondusif untuk belajar dan juga akrab dengan  nilai-nilai Islami. Saat itu aku tinggal di Kolej (asrama) Muamalat, satu kamar berisi 4 orang. Lolly menjadi teman satu kamarku dan 2 lagi diisi oleh mahasiswa lokal. Wah, awalnya aku agak ’seram’ karena pemberitaan di Indonesia tentang orang Malaysia seolah-olah kejam dan jahat. Namun, aku ingat pesan ayahku  ”Indonesia dan malaysia itu ibarat dua kakak beradik yang kalo pun berantem merupakan hal wajar karena nanti akan baikan lagi. Nah jangan kalah sebelum berperang karena dimanapun adalah bumi Allah dan semua ada dua, baik dan buruk. Semua tergantung pada diri kita, kalau kita baik maka insya Allah orang pun akan baik, jadi jangan berprasangka negatif”.

Alhamdulillah, ternyata selama 3 tahun bersama kami justru seperti adik dan kakak, ukhwah Islam yang mengeratkan kami bukan dibatasi oleh Negara. Kami saling bertukar pendapat dan klarifikasi atas pemberitaan yang provokasi. Bahkan orang tua rekanku (asli dari Malaysia) yang menjemput dan mengantarku ke UUM di tengah malam saat aku keluar dari UGD RS Alor Setar, jadi siapa bilang orang Malaysia itu jahat? Pastinya ada tapi ya kembali lagi tergantung sikap kita terhadap orang lain.

Sistem pendidikan di universitas ini patut diacungi jempol. Kejujuran dan kerja keras sangat dijunjung tinggi. Salah satu contohnya pada saat ujian semester (final exam) biasanya akan ada banyak petugas pengawas ujian, mahasiswa duduk di nomor urut yang telah ditentukan, peraturan ujian yang ketat seperti apabila ketahuan membawa kertas (apapun itu selain slip exam) maka akan dikeluarkan, apalagi yang ketahuan mencontek maka siap-siap menempah nilai F alias Failed- gagal. Oleh karena itu, apabila musim ujian tiba, dibandingkan hari-hari biasa perpustakaan Sultanah Bahiyah pasti lebih ramai dikunjungi mahasiswa, kebanyakan menuju tingkat dua di bagian koleksi umum, mencari kumpulan soal beberapa semester sebelumnya, ada juga yang mencari bahan bacaan tambahan. Pun  reading room dan bilik 24 jam, selalu dipenuhi mahasiswa baik yang belajar sendirian ataupun belajar kelompok. Ada juga yang melanglang buana ke dunia maya karena me-refresh otak setelah seharian belajar. Yang jelas hampir semua sibuk mempersiapkan ujian semester yang tinggal beberapa hari lagi dimulai.

Study week, biasanya akan benar-benar kumanfaatkan untuk mempersiapkan ujian sebaik mungkin. Sejak awal masuk aku sudah bertekad akan menghadapi ujian atas hasilku sendiri. Tidur agak lambat dan bangun lebih awal, nescafe menjadi lebih akrab di kalangan mahasiswa pada musim ini. Alhamdulillah berkat izinNya dan kerja keras aku mendapatkan anugrah dekan (untuk IPK lebih dari 3.5) sejak semester 2 sampai semester akhir. Bahkan pada saat wisuda aku diberi surprise dari Allah yaitu aku bukan hanya mendapat Cumlaude tetapi juga Gold Medal untuk tingkat fakultasku. Saat itu dosenku memberi selamat padaku dan menyatakan bahwa dia tidak menyangka justru aku, satu-satunya mahasiswa internasional di jurusanku yang saat itu wisuda dan berhasil mendapatkan posisi terbaik, ahh ibu pertiwi engkau adalah salah satu motivasiku dalam berkarya.

Walaupun tujuan utamaku ke Malaysia adalah untuk belajar tapi aku suka pada berbagai kegiatan non-akademik, dari sini aku juga belajar banyak hal seperti time management, self-confidence, leadership, komunikasi, meningkatkan prestasi dan juga memperluas pergaulan.

Selama di kampus UUM aku mengikuti berbagai kegiatan mulai dari bidang agama aku menyertai klub PERKIM dan seminar-seminar, lalu menjadi pengurus Persatuan Pelajar Indonesia, Persatuan Kaunseling dan juga aktif dalam bidang Olahraga. Di kampus ini aku meneruskan hobiku dalam bela diri Korea, Taekwondo. Aku coba mencari informasi mengenai klub taekwondo di sini, ternyata dibagi dua yaitu basic dan fighter class. Tentunya aku bergabung dengan fighter class karena di Indonesia aku pernah beberapa kali mengikuti pertandingan.

Alhamdulillah pertama kali aku mengikuti pertandingan di kampus UUM Open, aku mendapatkan medali Emas dan satu-satunya orang Indonesia yang menjadi peserta. Betapa bersyukur dan bahagianya diriku, karena ini adalah awal langkahku untuk mengharumkan nama bangsa.

Tidak berhenti di sini, aku tetap aktif di taekwondo dan mengikuti serta memenangkan berbagai kompetisi, seperti IIUM Open, UUM Open, dan MASUM (Majelis Sukan Universiti) setara dengan POMNAS di Indonesia. Lagi, aku dbuat kagum karena di sini benar-benar sportif, peserta pertandingan adalah benar-benar mahasiswa yang berasal dari kampus tersebut. Klub di kampus begitu aktif, pihak universitas juga sangat mendorong kegiatan non-akademik ini dengan menyediakan sarana dan fasilitas penunjang yang memotivasi pelajar untuk aktif bergabung. Hal lain yang menambah rasa kagumku adalah aku tidak merasakan diskriminasi, contohnya saat pemilihan atlet untuk mewakili universitas pada ajang MASUM di UMS Sabah, sebenarnya untuk kelasku (Fly Women) ada 2 orang yang menjadi kandidat yaitu aku dan satu orang lagi adalah mahasiswa Malaysia. 

Kupikir aku tidak akan terpilih karena tentu mereka mendahulukan mahasiswa lokal, namun ternyata aku salah. Justru pelatihku memilih dan mendorongku untuk menyertai pertandingan, Masya Allah. Lebih menariknya lagi karena saat itu Alhamdulillah aku masuk ke babak final dan khusus pertandinganku diadakan pada saat closing ceremony. Saat pertandingan berlangsung semua mata tertuju ke arena pertandingan karena bukan hanya perlawanan antar universitas, tapi karena aku berasal dari Indonesia dan lawanku dari Malaysia. Pengalaman yang sangat berkesan dan lebih menyadarkanku bahwa aku memiliki tanggung jawab membawa nama baik Indonesia.

Di sini aku bertemu dengan banyak orang yang membuka fikiranku lebih luas dan mempelajari lebih dalam tentang kehidupan serta perjuangan. Bagaimana beradaptasi dengan lingkungan baru, bertoleransi, mengatur dan meningkatkan kwalitas diri, serta menghadapi ujian demi ujian kehidupan dari segi ekonomi, sosial dan lainnya. Pengalaman yang kudapatkan sangat berharga, salah satunya aku dapat mengetahui bagaimana sebenarnya orang Malaysia bukan hanya menghakimi atau terprovokasi pemberitaan, aku juga belajar budaya dari negara lain, khususnya Malaysia. Aku juga merasa nasionalisme yang meningkat, begitu harunya saat melihat merah putih berkibar di negeri orang, berjuang dan saling menguatkan bersama saudara sebangsa dan setanah air serta berusaha memahami pandangan orang lain terhadap Indonesia lalu meluruskan kesalahfahaman yang ada.

Salah satu kenangan manis saat-saat akhir aku di UUM adalah membuat skripsi dengan judul ”prasangka dalam kalangan mahasiswa Indonesia dan mahasiswa Malaysia di UUM”, dosen pembimbingku (orang Malaysia) awalnya kaget dan meyakinkan apakah aku berani karena ini merupakan isu sensitif. Bagiku isu negatif yang sering beredar antara Indonesia dan Malaysia harus dicari solusinya. Untuk itu salah satu cara yang kutempuh adalah melalui pendidikan. Sebenarnya selama di UUM aku merasa bahwa akademis tidak berpengaruh signifikan terhadap isu politik. Kalangan dosen dan temanku masih bersikap baik dan welcome. Hal ini juga sesuai dengan hasil penyelidikanku bahwa adanya prasangka tersebut di tingkat sederhana dan dapat diatasi apabila kita semakin sering mengadakan interaksi dengan orang lain agar meminimalisir kesalahfahaman, sebagaimana tuntunan agama bahwa tabbayun (klarifikasi) itu diperlukan, jauhi prasangka dan damaikan saudara yang bertelingkah. Nah, aku merasa ada tanggung jawab ini sehingga memotivasiku untuk mengangkat tema tersebut. Muslim Indonesia dan Malaysia bersaudara karena akidah. Alhamdulillah hasilnya aku mendapatkan A+ karena dosenku sangat membimbing dan membantuku dalam penyelesaian skripsi tersebut.

Selain itu dalam waktu yang sama aku ’di penjara’ Pokok Sena untuk menjalani internship, pengalaman yang luar biasa melihat sisi lain dari kehidupan. Pun, aku berjumpa saudara sebangsa dan setanah air di sini dengan berbagai macam masalah dan mayoritas adalah masalah paspor. Miris memang, mencari sesuap nasi di negeri orang dan berani pasang badan dengan status ’ilegal’, wah ini tanggung jawab lain yang menanti.

***

Episode di Sintok yang bergulir menjadi kenangan indah bagiku, bagaimana perjuanganku dari semester awal, adaptasi makanan, lingkungan juga teman2 yang beragam. Peningkatan prestasi dan keliling beberapa daerah di Malaysia sebagai atlet taekwondo dari UUM, perjuangan di biro kerohanian PPI, mengadakan ta’lim, menggiatkan kegiatan islami, bergabung dengan organisasi mahasiswa Malaysia, up & down menunggu kiriman uang, saling support bersama roommate dan classmate, juga nikmatnya mendengarkan dosen mengajar, hebohnya dosenku Prof Makzan, lucunya Encik Azemi, bersahajanya Prof Najib, kebapakan Pak Abu, keibuannya Dr. Azniza & segudang lagi tentang pensyarah (dosen)ku yang berjasa. Trus gak lupa sibuk buat nota, assignment,  akrab sama Nescafe pas musim exam, persentasi di study group, stress buat report sesi konseling, terbeban dengan masalah klien & akhirnya berujung pada kenangan di Penjara Pokok Sena & Skripi bareng Prof Makzan.

Masya Allah, Alhamdulillah. semua prestasi yang kudapatkan adalah nikmat dan hadiah dari Allah. Aku pun bersyukur berjodoh dengan Sriwijaya Foundation yang mengantarku studi di UUM. Aku mendapat kesempatan untuk belajar dengan sebagian uangnya merupakan beasiswa/ subsidi dari pemerintah Malaysia karena bekerja sama dengan Sriwijaya Foundation dan hal ini tentunya sangat membantu aku dan keluarga dari segi pembiayaan. Aku juga terkenang betapa gigih dan sabarnya Om Surya memotivasi dan membimbing kami. Dulu, saat aku bertukar kabar kepada Om Surya, dengan ’cerewet’nya ia tak bosan menyemangati dan memacuku untuk menggunakan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya, begitu ia tahu aku pun aktif di taekwondo maka beliau lebih mendorongku agar mengukir prestasi bukan hanya dari segi akademik.

Berkat petuah-petuah yang beliau berikan aku pun terpacu, bukan hanya diriku pun beberapa senior di atasku yang juga anak bimbing Om Surya seperti kak Yenni, bang Nopri dan bang Aldi para kandidat Doktor yang sukses turut memberi warna dalam semangatku. Konsultasi dan komunikasiku dengan Om Surya, terus berlanjut kendati aku sudah lulus dari UUM. Aku kagum padanya karena sungguh langka orang yang memikirkan dan mau bersusah payah berusaha memajukan pendidikan anak bangsa. Berbagai pengalaman itu sungguh tak ternilai harganya. Semua sangat berkesan dan berpengaruh membentuk karakter serta kepribadianku. Allahuakbar. jalanNya memang indah, sangat indah.

Kutilik kembali sebelum ke Malaysia aku menangis dan kecewa karena tak diterima di Fakultas Psikologi Unpad Bandung. Hmm, ternyata Allah memberikan hadiah yang (bagiku)  jauuh lebih baik. Pengalaman ini,  benar-benar kuyakini bahwa Allah memang memberi yang terbaik untuk hambaNya. Mungkin Dia tidak memberi apa yang aku inginkan tapi Dia memberi apa yang aku butuhkan, bahkan lebih dari itu. 

Dia memberiku sederet surprise dan nikmat yang melimpah. Ya, ditambah kejutan2NYA yang sangat luar biasa, ukhwah yang Masya Allah sama orang Malaysia, sudah bagaikan  saudara sekandung, betapa kesedihan mereka saat mengantar ketika aku pulang ke Indonesia, juga dapat aku rasakan, begitu juga ketulusan mereka mengurusku saat   aku dirawat di rumah sakit, sungguh mengharukan. Ketika wisuda, aku pun kembali mendapatkan bonus dariNya, bonus yang tak setiap mahasiswa mendapatkannya, yakni mendapatkan cumlaude dan pinggat emas serta ‘hadiah’ dari universitas berupa kesempatan untuk melanjutkan studi langsung ke S3. 

Alhamdulillah ya Rahiim, Alhamdulillah ya Rahman. Aku pun menyadari arti sebenarnya nasionalisme itu bukan hanya angkat senjata atau meneriakkan “perang” pada Negara lain tapi nasionalisme bagiku adalah berusaha untuk memberi kontribusi yang dapat menjaga dan mengangkat nama baik Bangsa di manapun kita berada.
                                                                                                                              
“maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kan kau dustakan?”
31x dalam QS. Ar-Rahman.

" Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu buruk bagimu
Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui"
Albaqarah: 216



Comments

Popular posts from this blog

Baper

Bismillah Kenapa ya kebanyakan yang baper itu cewek? Dari perkataannya sebenernya udah ciwi banget hehe “bawa perasaaan”. As we know, yang lebih suka pake perasaan kan cewek, kalo cowok biasanya lebih menggunakan logika. Walaupun, bukan berarti cewek ga berlogika sama sekali dan cowok ga berperasaan at all yaa. Ini hanya fakta umum sifat yang dominan pada gender saja. Dan semua itu bil hikmah, Allah menciptakan perbedaan cowok dan cewek dari banyak hal tentu ada hikmahnya bahkan ini merupakan salah satu tanda Kebesaran Allah. Ya dong, secara cewe cowo sama2 manusia tapi unik dan (bisa) beda banget dalam beberapa hal tertentu makanya sepasang cowo cewe a.k.a suami istri (bukan sejenis ya) itu akan saling melengkapi kelebihan dan kekurangan masing2. Kekurangan istri adalah kelebihan suami, dan sebaliknya. Nah, dalam hal berumah tangga biasanya chance baper ini akan terbuka lebar. Setan mah selalu mencari celah kelemahan kita ya, dimana kalo ga disikapi dengan baik baper ini akan me...

Jum’at, 5 Juni 2015

Bismilllah Ini cerita tentang proses Jum'at, 5 Juni 2015. Tanggal ini menyejarah dalam hidupku karena banyak hal yang berubah, bukan hanya status. Alhamdulillah di tanggal ini aku menggenapkan setengah dien. Tidak kusangka ternyata seniorku di kampus yang Allah pilihkan sebagai imamku. Bukan hanya satu kampus tapi juga satu organisasi  Forum Tarbiyah (FOTAR) Teringat saat itu September 2014 aku lagi buru2 ke LRT Station KLCC, waktunya sore karena aku baru selesai mengajar. On my way to LRT Station aku buka chatt WA, tertera nama kak fit (murobbiahku), beliau bilang “Assalammu’alaykum puti, in syaa Allah udah siap nikah kan? Ini ada ikhwan yang siap nikah juga. Biodatanya udah saya kirim ke email puti silahkan dibaca, istikharah dan dipertimbangkan”. WHATZ? Langkahku sempat terhenti, calon? Nikah? Hmm I keep questioning my self “r u really ready to get married?”. Rasanya siap ga siap yah. Feelingku mengatakan nih ikhwan kayaknya ikhwan Fotar deh sehingga aku membalas chatt ka ...